Budidaya
tabulampot, tidak hanya sekedar berbudidaya tanaman seperti pada umumnya.
Namun, perlu pengembangan teknologi maju. Untuk itu, para pakar dan praktisi
lapangan dituntut untuk mampu merekayasa teknik tabulampot yang efisien dan
tepat guna. Soalnya banyak komponen teknologi yang harus diperhatikan dan
diaplikasikan. Tujuannya, agar tabulampot berbentuk bagus, pendek, serasi,
sehat, mampu berbunga dan berbuah sesuai dengan keinginan. Melakukan budidaya
tabulampot perlu diimbangi dengan pemilihan atau penggunaan bibit varietas
unggul sebagai bahan pertanaman. Mutu bibitnya ditentukan oleh faktor genetik
(pohon induk unggul) dan lingkungan (ketinggian tempat, curah hujan, kesuburan
tanah) (BPTP Sumatera Barat, 2007).
Budidaya
tanaman buah dalam pot (tabulampot) merupakan salah satu solusi bagi para
pecinta tanaman di perkotaan yang notabene memiliki lahan yang sempit untuk
dapat digunakan sebagai lahan pertanaman. Dari segi perawatan, tabulampot tidak
tergolong sulit. Sama halnya dengan tanaman tanpa media pot, harus dipupuk dan
diberi air. Menumbuhkan tanaman buah dalam pot yang dapat tumbuh secara baik
batang dan daun sangat mudah dan hampir semua orang bisa melakukannya (BPTP
Sumatera Barat, 2007). Tetapi, permasalahan yang timbul adalah bila tabulampot
harus tumbuh batang, daun, serta keluar bunga dan buah maka tidak semua orang
bisa. Hanya dengan pemeliharaan tanaman dan perawatan tanaman yang tekun yang
bisa membuat tanaman berbunga dan berbuah. Perawatan dan pemeliharaan tabulampot
tidak dapat dapat dilakukan sembarangan, ada trik-trik khusus yang dapat
dilakukan agar tabulampot mampu berbunga dan banyak berbuah.
Ada
beberapa latar belakang yang mendasari mengapa tanaman harus dipangkas, pertama
tanaman cenderung akan tumbuh terus, baik tumbuh ke atas maupun tumbuh ke
samping. Pertumbuhan yang tidak diarahkan pada beberapa jenis tanaman buah,
akan menghasilkan tajuk tanaman yang umumnya tumbuh memanjang ke arah atas
(Jawa : nglancir), dengan batang atau cabang tunggal. Kuatnya dominasi apikal
(tunas ujung) di bagian ujung tanaman, memacu tanaman untuk terus tumbuh
meninggi ke arah atas, dan salah satu cara untuk mematahkan dominasi apikal
tersebut adalah dengan cara pemangkasan, yang akan merangsang keluarnya
pertumbuhan tunas-tunas samping atau tunas lateral (BPTP Sumatera Barat, 2007).
Bentuk
tanaman sebagai manifestasi pertumbuhan tanaman menjadi lebih ideal dan
seimbang, baik pertumbuhan ke arah atas maupun ke arah samping. Kesehatan
tanaman secara keseluruhan juga sangat dipengaruhi oleh bentuk tanamannya.
Banyak dahan dan ranting yang tumbuh tidak teratur dan bersilangan di bagian
tengah tanaman dengan daun-daun yang umumnya tidak terkena sinar matahari
secara langsung (Dahlia. 2001). Daun-daun yang tidak terkena sinar matahari
secara langsung, lebih bersifat parasit bagi tanaman secara keseluruhan karena
tidak melakukan proses fotosintesis namun tetap mendapatkan fotosintat (hasil
fotosintesis) dari daun-daun di bagian terluar yang terkena sinar matahari
langsung. Itu sebabnya, banyak tanaman yang secara keseluruhan tumbuh dengan
lebat, daunnya rimbun dengan warna daun yang hijau pekat, namun teramat sangat
jarang memunculkan bunga/buah (BPTP Sumatera Barat, 2007).
Bunga
dan buah yang muncul jumlahnya terbatas atau sedikit sekali. Fotosintat yang
terbentuk hanya dialokasikan untuk pertumbuhan tanaman, khususnya ke bagian
tanaman yang bersifat parasit tersebut, dan pada akhirnya hanya sangat sedikit
jumlah fotosintat yang akhirnya dialokasikan oleh tanaman untuk memunculkan
bunga dan buah. Tanaman yang dipangkas teratur akan memberikan lingkungan mikro
yang baik bagi pertumbuhan tanaman itu sendiri, di mana sinar matahari sebagai
sumber energy utama dapat menembus semua bagian tanaman, memberikan iklim mikro
yang baik, mengurangi kelembaban yang berlebihan, juga dapat meminimalkan
perkembangan jamur dan organism pengganggu tanaman (OPT) lainnya. Dengan
demikian pertumbuhan tanaman menjadi lebih optimal untuk memberikan hasil yang
optimal pula (Dahlia. 2001).
2.2. Growmore
Growmore
atau Pupuk daun adalah pupuk yang diberikan ke tanaman
melalui daun. Pupuk ini umumnya tergolong pupuk anorganik yang diproduksi dalam
skala besar dari bahan-bahan anorganik. Dalam pengaplikasiannya pupuk ini
terlebih dahulu diencerkan dalam pelarut dengan konsentrasi tertentu untuk
kemudian di semprotkan ke tanaman. Pupuk daun lebih mudah
diserap oleh tanaman jika dibandingkan pupuk akar karena stomata pada daun
lebih responsif dalam menyerap unsur hara yang terlarut di dalam pelarut yang
disemprotkan ke daun. Tidak seperti akar yang membutuhkan waktu yang lama dalam
penyerapan unsur hara karena beberapa hal seperti unsur hara yang terkandung
dalam pupuk belum terurai dan menjadi tersedia, letak akar dan pupuk saling
berjauhan, fiksasi unsur hara oleh beberapa mikroorganisme dan kation tanah,
pupuk terleaching oleh air hujan, penguapan, dan lain-lain (Dwidjoseputro, 1990).
Keuntungan lain dari penggunaan pupuk
daun adalah kandungan unsur mikro yang ada padanya. Seperti diketahui bahwa
unsur hara mikro seperti Zn, Mn, Fe, dan lain sebagainya sangat dibutuhkan oleh
tanaman meski dalam jumlah yang sedikit. Meski sangat dibutuhkan, petani
seringkali tidak memperhatikan ketersediaannya bagi tanaman dan apa mau dikata
pupuk akar yang sering diberikan hanya menyediakan unsur hara makro saja
seperti N, P, K, Mg, dan lain-lain. Dengan penggunaan pupuk daun, masalah
tersebut akan secara langsung teratasi (Dwidjoseputro, 1990)..
Pupuk
daun juga dapat
memberikan unsur hara dengan jumlah dan jenis yang sesuai seperti yang
dibutuhkan tanaman. Dengan kelarutannya yang tinggi, pupuk daun lebih mudah
diserap dan ditranslokasikan oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Karena
penyerapannya yang mudah itulah kemudian efek penggunaan pupuk ini lebih cepat
terlihat dibandingkan penggunaan pupuk akar. Pupuk daun juga dalam aplikasinya
dapat lebih merata karena dalam penggunaannya yang menggunakan alat semprot
(Dwidjoseputro, 1990)..
Dalam mengaplikasikan pupuk daun ke tanaman, kita membutuhkan alat
semprot atau sprayer agar kemudahan, efektivitas, dan efisiensi penggunaan
pupuk ini dapat optimal. Tidak seperti pupuk akar, aplikasi pupuk daun
dilakukan dengan terlebih dahulu mengencerkan pupuk ini pada pelarut hingga
konsentrasi tertentu yang telah dianjurkan. Pengenceran dilakukan di dalam
sebuah wadah dan di aduk hingga merata sama seperti pengenceran yang dilakukan
pada aplikasi pestisida. Setelah pupuk daun diencerkan dengan merata, larutan
tersebut kemudian dimasukan ke dalam tangki semprot untuk kemudian di
semprotkan ke daun tanaman (Pracaya. 2002).
Dalam
kegiatan penyemprotan, ada satu hal yang umumnya tidak dipahami oleh petani.
Hal tersebut adalah mengenai letak atau bagian daun yang disemprot. Kebanyakan
petani mengaplikasikan pupuk daun dengan cara menyemprotkannya pada bagian daun
yang menghadap ke atas. Hal ini dipilih karena dari segi aplikasinya, cara ini
lebih mudah diterapkan. Padahal sebetulnya, untuk memperoleh hasil yang optimal
dari pemupukan dengan pupuk daun, bagian daun yang disemprot adalah helaian
daun yang menghadap ke bawah. Helaian daun yang menghadap ke bawah adalah
bagian daun yang memiliki jumlah stomata yang terbanyak dan seperti yang kita
ketahui bahwa pupuk daun diserap
oleh tanaman melalui stomata yang terdapat di daun (Pracaya. 2002).
2.3. Buah Naga
Buah naga masuk atau mulai dikenal di
Indonesia sekitar tahun 2000, dan bukan dari budidaya sendiri melainkan di
impor dari Thailand. Padahal pembudidayaan tanaman ini relatif mudah dan iklim
tropis di Indonesia sangat mendukung pengembangannya. Tanaman ini mulai
dikembangkan sekitar tahun 2001, dibeberapa daerah di Jawa Timur di antaranya
Mojokerto, Pasuruan, Jember dan sekitarnya. Tetapi sampai saat inipun areal
penanaman buah naga masih bisa dibilang sedikit dan hanya ada di daerah
tertentu karena memang masih tergolong langka dan belum dikenal masyarakat luas
(Rahardi, F. 2004).
Menurut BPTP Sumatera Barat (2007), Klasifikasi Buah
Naga yaitu:
Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi :
Agiospermae (berbiji tertutup)
Kelas
: Dicotyledonae (berkeping dua)
Ordo
: Cactales
Famili :
Cactaceae
Subfamily : Hylocereanea
Genus :
Hylocereus
Species : -
Hylocereus undatus (daging putih)
- Hylocereus
polyrhizus ( daging merah)
- Hylocereus
costaricensis (daging merah super)
- Selenicereus
megalanthus (kulit kuning, tanpa sisik)
Buah naga termasuk kelompok tanaman
kaktus atau family Cactaceae dan subfamily Hylocereanea. Termasuk genus
Hylocereus yang terdiri dari dari beberapa species, dan diantaranya adalah buah
naga yang biasa dibudidayakan dan bernilai komersial. Tanaman buah naga
merupakan jenis tanaman memanjat. Di habitat aslinya tanaman ini memanjat
tanaman lainnya untuk menopang dan bersifat epifit masih bisa hidup meskipun
akarnya yang ditanah dicabut karena masih bisa memperoleh makanan dari udara
melalui akar yang tumbuh dibatangnya. Secara morfologis tanaman ini termasuk
tanaman tidak lengkap karena tidak memiliki daun (Marsono. 2004).
Menurut Isbandi D. (1983) berikut ini
penjelasan lebih lanjut morfologi tanaman buah naga dari akar, batang dan
cabang, bunga , buah dan biji :
1.
Akar
Perakaran buah naga bersifat epifit,
merambat dan menempel pada tanaman lain. Dalam pembudidayaannya, dibuat tiang
penopang untuk merambatkan batang tanaman buah naga ini. Perakaran buah naga
tahan terhadap kekeringan tetapi tidak tahan dalam genangan air terlalu lama.
Meskipun akar dicabut dari tanah, masih bisa hidup dengan menyerap makanan dan
air dari akar udara yang tumbuh pada batangnya. Perakaran buah naga bias
dikatakan dangkal, saat menjelang produksi hanya mencapai kedalaman 50-60 cm,
mengikuti perpanjangan batang berwarna coklat yang didalam tanah. Hal inilah
yang bias digunakan sebagai tolak ukur dalam pemupukan. Supaya pertumbuhan akar
bisa normal dan baik memerlukan derajat keasaman tanah pada kondisi ideal yaitu
pH 7. Apabila pH tanah dibawah 5, pertumbuhan tanaman akan menjadi lambat dan
menjadi kerdil. Dalam pembudidayaannya pH tanah harus diketahui sebelum maupun
sesudah tanaman ditanam, karena perakaran merupakan faktor penting untuk
menyerap hara yang ada didalam tanah.
2.
Batang dan Cabang
Batang buah naga berwarna hijau
kebiru-biruan atau keunguan. Batang tersebut berbentuk siku atau segitiga dan
mengandung air dalam bentuk lender dan berlapiskan lilin bila sudah dewasa.
Dari batang ini tumbuh cabang yang bentuk dan warnanya sama dengan batang dan
berfungsi sebagai daun untuk proses asimilasi dan mengandung kambium yang
berfungsi untuk pertumbuhan tanaman. Pada batang dan cabang tanaman ini tumbuh
duri-duri yang keras dan pendek. Letak duri pada tepi siku-siku batang maupun
cabang dan terdiri 4-5 buah duri disetiap titik tumbuh.
3.
Bunga
Bunga buah naga berbentuk corong
memanjang berukuran sekitar 30 cm dan akan mulai mekar di sore hari dan akan
mekar sempurna pada malam hari. Setelah mekar warna mahkota bunga bagian dalam
putih bersih dan didalamnya terdapat benangsari berwarna kuning dan akan
mengeluarkan bau yang harum.
4.
Buah
Buah berbentuk bulat panjang dan
biasanya terletak mendekati ujung cabang atau batang. Pada cabang atau batang
bisa tumbuh lebih dari satu dan terkadang berdekatan. Kulit buah tebal sekitar
1-2 cm dan pada permukaan kulit buah terdapat sirip atau jumbai berukuran
sekitar 2 cm.
5.
Biji
Biji berbentuk bulat berukuran kecil
dan tipis tetapi sangat keras. Biji dapat digunakan perbanyakan tanaman secara
generatif, tetapi cara ini jarang dilakukan karena memerlukan waktu yang lama
sampai berproduksi. Biasanya biji digunakan para peneliti untuk memunculkan
varietas baru. Setiap buah mengandung lebih 1000 biji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar