Minggu, 08 Februari 2015

tabulampot

            Budidaya tabulampot, tidak hanya sekedar berbudidaya tanaman seperti pada umumnya. Namun, perlu pengembangan teknologi maju. Untuk itu, para pakar dan praktisi lapangan dituntut untuk mampu merekayasa teknik tabulampot yang efisien dan tepat guna. Soalnya banyak komponen teknologi yang harus diperhatikan dan diaplikasikan. Tujuannya, agar tabulampot berbentuk bagus, pendek, serasi, sehat, mampu berbunga dan berbuah sesuai dengan keinginan. Melakukan budidaya tabulampot perlu diimbangi dengan pemilihan atau penggunaan bibit varietas unggul sebagai bahan pertanaman. Mutu bibitnya ditentukan oleh faktor genetik (pohon induk unggul) dan lingkungan (ketinggian tempat, curah hujan, kesuburan tanah) (BPTP Sumatera Barat, 2007).
            Budidaya tanaman buah dalam pot (tabulampot) merupakan salah satu solusi bagi para pecinta tanaman di perkotaan yang notabene memiliki lahan yang sempit untuk dapat digunakan sebagai lahan pertanaman. Dari segi perawatan, tabulampot tidak tergolong sulit. Sama halnya dengan tanaman tanpa media pot, harus dipupuk dan diberi air. Menumbuhkan tanaman buah dalam pot yang dapat tumbuh secara baik batang dan daun sangat mudah dan hampir semua orang bisa melakukannya (BPTP Sumatera Barat, 2007). Tetapi, permasalahan yang timbul adalah bila tabulampot harus tumbuh batang, daun, serta keluar bunga dan buah maka tidak semua orang bisa. Hanya dengan pemeliharaan tanaman dan perawatan tanaman yang tekun yang bisa membuat tanaman berbunga dan berbuah. Perawatan dan pemeliharaan tabulampot tidak dapat dapat dilakukan sembarangan, ada trik-trik khusus yang dapat dilakukan agar tabulampot mampu berbunga dan banyak berbuah.
            Ada beberapa latar belakang yang mendasari mengapa tanaman harus dipangkas, pertama tanaman cenderung akan tumbuh terus, baik tumbuh ke atas maupun tumbuh ke samping. Pertumbuhan yang tidak diarahkan pada beberapa jenis tanaman buah, akan menghasilkan tajuk tanaman yang umumnya tumbuh memanjang ke arah atas (Jawa : nglancir), dengan batang atau cabang tunggal. Kuatnya dominasi apikal (tunas ujung) di bagian ujung tanaman, memacu tanaman untuk terus tumbuh meninggi ke arah atas, dan salah satu cara untuk mematahkan dominasi apikal tersebut adalah dengan cara pemangkasan, yang akan merangsang keluarnya pertumbuhan tunas-tunas samping atau tunas lateral (BPTP Sumatera Barat, 2007).
            Bentuk tanaman sebagai manifestasi pertumbuhan tanaman menjadi lebih ideal dan seimbang, baik pertumbuhan ke arah atas maupun ke arah samping. Kesehatan tanaman secara keseluruhan juga sangat dipengaruhi oleh bentuk tanamannya. Banyak dahan dan ranting yang tumbuh tidak teratur dan bersilangan di bagian tengah tanaman dengan daun-daun yang umumnya tidak terkena sinar matahari secara langsung (Dahlia. 2001). Daun-daun yang tidak terkena sinar matahari secara langsung, lebih bersifat parasit bagi tanaman secara keseluruhan karena tidak melakukan proses fotosintesis namun tetap mendapatkan fotosintat (hasil fotosintesis) dari daun-daun di bagian terluar yang terkena sinar matahari langsung. Itu sebabnya, banyak tanaman yang secara keseluruhan tumbuh dengan lebat, daunnya rimbun dengan warna daun yang hijau pekat, namun teramat sangat jarang memunculkan bunga/buah (BPTP Sumatera Barat, 2007).
            Bunga dan buah yang muncul jumlahnya terbatas atau sedikit sekali. Fotosintat yang terbentuk hanya dialokasikan untuk pertumbuhan tanaman, khususnya ke bagian tanaman yang bersifat parasit tersebut, dan pada akhirnya hanya sangat sedikit jumlah fotosintat yang akhirnya dialokasikan oleh tanaman untuk memunculkan bunga dan buah. Tanaman yang dipangkas teratur akan memberikan lingkungan mikro yang baik bagi pertumbuhan tanaman itu sendiri, di mana sinar matahari sebagai sumber energy utama dapat menembus semua bagian tanaman, memberikan iklim mikro yang baik, mengurangi kelembaban yang berlebihan, juga dapat meminimalkan perkembangan jamur dan organism pengganggu tanaman (OPT) lainnya. Dengan demikian pertumbuhan tanaman menjadi lebih optimal untuk memberikan hasil yang optimal pula (Dahlia. 2001).
2.2.  Growmore
            Growmore atau Pupuk daun adalah pupuk yang diberikan ke tanaman melalui daun. Pupuk ini umumnya tergolong pupuk anorganik yang diproduksi dalam skala besar dari bahan-bahan anorganik. Dalam pengaplikasiannya pupuk ini terlebih dahulu diencerkan dalam pelarut dengan konsentrasi tertentu untuk kemudian di semprotkan ke tanaman. Pupuk daun lebih mudah diserap oleh tanaman jika dibandingkan pupuk akar karena stomata pada daun lebih responsif dalam menyerap unsur hara yang terlarut di dalam pelarut yang disemprotkan ke daun. Tidak seperti akar yang membutuhkan waktu yang lama dalam penyerapan unsur hara karena beberapa hal seperti unsur hara yang terkandung dalam pupuk belum terurai dan menjadi tersedia, letak akar dan pupuk saling berjauhan, fiksasi unsur hara oleh beberapa mikroorganisme dan kation tanah, pupuk terleaching oleh air hujan, penguapan, dan lain-lain (Dwidjoseputro, 1990).
            Keuntungan lain dari penggunaan pupuk daun adalah kandungan unsur mikro yang ada padanya. Seperti diketahui bahwa unsur hara mikro seperti Zn, Mn, Fe, dan lain sebagainya sangat dibutuhkan oleh tanaman meski dalam jumlah yang sedikit. Meski sangat dibutuhkan, petani seringkali tidak memperhatikan ketersediaannya bagi tanaman dan apa mau dikata pupuk akar yang sering diberikan hanya menyediakan unsur hara makro saja seperti N, P, K, Mg, dan lain-lain. Dengan penggunaan pupuk daun, masalah tersebut akan secara langsung teratasi (Dwidjoseputro, 1990)..
            Pupuk daun juga dapat memberikan unsur hara dengan jumlah dan jenis yang sesuai seperti yang dibutuhkan tanaman. Dengan kelarutannya yang tinggi, pupuk daun lebih mudah diserap dan ditranslokasikan oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Karena penyerapannya yang mudah itulah kemudian efek penggunaan pupuk ini lebih cepat terlihat dibandingkan penggunaan pupuk akar. Pupuk daun juga dalam aplikasinya dapat lebih merata karena dalam penggunaannya yang menggunakan alat semprot (Dwidjoseputro, 1990)..
            Dalam mengaplikasikan pupuk daun ke tanaman, kita membutuhkan alat semprot atau sprayer agar kemudahan, efektivitas, dan efisiensi penggunaan pupuk ini dapat optimal.  Tidak seperti pupuk akar, aplikasi pupuk daun dilakukan dengan terlebih dahulu mengencerkan pupuk ini pada pelarut hingga konsentrasi tertentu yang telah dianjurkan. Pengenceran dilakukan di dalam sebuah wadah dan di aduk hingga merata sama seperti pengenceran yang dilakukan pada aplikasi pestisida. Setelah pupuk daun diencerkan dengan merata, larutan tersebut kemudian dimasukan ke dalam tangki semprot untuk kemudian di semprotkan ke daun tanaman (Pracaya. 2002).
            Dalam kegiatan penyemprotan, ada satu hal yang umumnya tidak dipahami oleh petani. Hal tersebut adalah mengenai letak atau bagian daun yang disemprot. Kebanyakan petani mengaplikasikan pupuk daun dengan cara menyemprotkannya pada bagian daun yang menghadap ke atas. Hal ini dipilih karena dari segi aplikasinya, cara ini lebih mudah diterapkan. Padahal sebetulnya, untuk memperoleh hasil yang optimal dari pemupukan dengan pupuk daun, bagian daun yang disemprot adalah helaian daun yang menghadap ke bawah. Helaian daun yang menghadap ke bawah adalah bagian daun yang memiliki jumlah stomata yang terbanyak dan seperti yang kita ketahui bahwa pupuk daun diserap oleh tanaman melalui stomata yang terdapat di daun (Pracaya. 2002).
2.3.  Buah Naga
            Buah naga masuk atau mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 2000, dan bukan dari budidaya sendiri melainkan di impor dari Thailand. Padahal pembudidayaan tanaman ini relatif mudah dan iklim tropis di Indonesia sangat mendukung pengembangannya. Tanaman ini mulai dikembangkan sekitar tahun 2001, dibeberapa daerah di Jawa Timur di antaranya Mojokerto, Pasuruan, Jember dan sekitarnya. Tetapi sampai saat inipun areal penanaman buah naga masih bisa dibilang sedikit dan hanya ada di daerah tertentu karena memang masih tergolong langka dan belum dikenal masyarakat luas (Rahardi, F. 2004).
Menurut BPTP Sumatera Barat (2007), Klasifikasi Buah Naga yaitu:
Divisi               : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi         : Agiospermae (berbiji tertutup)
Kelas                : Dicotyledonae (berkeping dua)
Ordo                : Cactales
Famili              : Cactaceae
Subfamily        : Hylocereanea
Genus              : Hylocereus
Species            : - Hylocereus undatus (daging putih)
- Hylocereus polyrhizus ( daging merah)
- Hylocereus costaricensis (daging merah super)
- Selenicereus megalanthus (kulit kuning, tanpa sisik)
            Buah naga termasuk kelompok tanaman kaktus atau family Cactaceae dan subfamily Hylocereanea. Termasuk genus Hylocereus yang terdiri dari dari beberapa species, dan diantaranya adalah buah naga yang biasa dibudidayakan dan bernilai komersial. Tanaman buah naga merupakan jenis tanaman memanjat. Di habitat aslinya tanaman ini memanjat tanaman lainnya untuk menopang dan bersifat epifit masih bisa hidup meskipun akarnya yang ditanah dicabut karena masih bisa memperoleh makanan dari udara melalui akar yang tumbuh dibatangnya. Secara morfologis tanaman ini termasuk tanaman tidak lengkap karena tidak memiliki daun (Marsono. 2004).
            Menurut Isbandi D. (1983) berikut ini penjelasan lebih lanjut morfologi tanaman buah naga dari akar, batang dan cabang, bunga , buah dan biji :
1.      Akar
            Perakaran buah naga bersifat epifit, merambat dan menempel pada tanaman lain. Dalam pembudidayaannya, dibuat tiang penopang untuk merambatkan batang tanaman buah naga ini. Perakaran buah naga tahan terhadap kekeringan tetapi tidak tahan dalam genangan air terlalu lama. Meskipun akar dicabut dari tanah, masih bisa hidup dengan menyerap makanan dan air dari akar udara yang tumbuh pada batangnya. Perakaran buah naga bias dikatakan dangkal, saat menjelang produksi hanya mencapai kedalaman 50-60 cm, mengikuti perpanjangan batang berwarna coklat yang didalam tanah. Hal inilah yang bias digunakan sebagai tolak ukur dalam pemupukan. Supaya pertumbuhan akar bisa normal dan baik memerlukan derajat keasaman tanah pada kondisi ideal yaitu pH 7. Apabila pH tanah dibawah 5, pertumbuhan tanaman akan menjadi lambat dan menjadi kerdil. Dalam pembudidayaannya pH tanah harus diketahui sebelum maupun sesudah tanaman ditanam, karena perakaran merupakan faktor penting untuk menyerap hara yang ada didalam tanah.
2.      Batang dan Cabang
            Batang buah naga berwarna hijau kebiru-biruan atau keunguan. Batang tersebut berbentuk siku atau segitiga dan mengandung air dalam bentuk lender dan berlapiskan lilin bila sudah dewasa. Dari batang ini tumbuh cabang yang bentuk dan warnanya sama dengan batang dan berfungsi sebagai daun untuk proses asimilasi dan mengandung kambium yang berfungsi untuk pertumbuhan tanaman. Pada batang dan cabang tanaman ini tumbuh duri-duri yang keras dan pendek. Letak duri pada tepi siku-siku batang maupun cabang dan terdiri 4-5 buah duri disetiap titik tumbuh.
3.      Bunga
            Bunga buah naga berbentuk corong memanjang berukuran sekitar 30 cm dan akan mulai mekar di sore hari dan akan mekar sempurna pada malam hari. Setelah mekar warna mahkota bunga bagian dalam putih bersih dan didalamnya terdapat benangsari berwarna kuning dan akan mengeluarkan bau yang harum.
4.      Buah
            Buah berbentuk bulat panjang dan biasanya terletak mendekati ujung cabang atau batang. Pada cabang atau batang bisa tumbuh lebih dari satu dan terkadang berdekatan. Kulit buah tebal sekitar 1-2 cm dan pada permukaan kulit buah terdapat sirip atau jumbai berukuran sekitar 2 cm.
5.      Biji
            Biji berbentuk bulat berukuran kecil dan tipis tetapi sangat keras. Biji dapat digunakan perbanyakan tanaman secara generatif, tetapi cara ini jarang dilakukan karena memerlukan waktu yang lama sampai berproduksi. Biasanya biji digunakan para peneliti untuk memunculkan varietas baru. Setiap buah mengandung lebih 1000 biji.
III.   METODE PERCOBAAN
3.1 Waktu dan Tempat
          Praktikum Budidaya Tanaman Hortikultura dengan judul Tanaman Buah dalam pot di laksanakan pada hari Jumat tanggal 15 November 2013 pukul 13.30 sampai selesai. Bertempat di green hous Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1  Alat
            Alat yang digunakan adalah ember besar, sekop kecil, cangkul, dan alat tuli menulis.
3.2.2  Bahan
            Bahan yang digunakan pupuk kandang, tanah, bibit tanaman buah naga serta Growmore yang diaplikasikan tiap minggu selama 1 bulan sebagai pupuk tanaman.
3.3  Prosedur Kerja
1.      Mempersiapkan media tanam berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 dan di masukkan kedalam ember besar.
2.      Lembabkan media dengaan air namun jangan sampai jenuh air.
3.      Ambil bibit tanaman buah naga, lalu tanam pada media yang telah disiapkan tadi.
4.      Letakkan tanaman buah dalam pot pada tempat yang tidak terlalu ternaungi
5.      Perawatan dengan meyiram tanaman dan pemupukan. Penyiraman dilakukan setiap hari dan pemupukan dilakukan seminggu sekali.
6.      Catat pertumbuhan tanaman yang ada dapat dari pengukuran tinggi tanaman yang anda lakukan.
IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
     Dari praktikum Tabulampot yang telah dilakukan maka di peroleh di hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Data hasil pengukuran
Pengukuran
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
Minggu 5
Tanaman utama
14,3 cm
15 cm
20 cm
22 cm
21,6 cm
percabangan
6,7 cm
13,3 cm
21 cm
24 cm
25,3 cm
Sumber : Data Primer 2013
4.2. Pembahasan
            Pada praktikum Tanaman Buah dalam Pot hasil yang didapat adalah pada penggunaan pupuk daun (Growmore) memberi hasil nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Hal ini di lihat dari pertambahan tinggi tanaman dan pertambahan panjang cabang pada tanaman buah naga. Pada minggu pertama tinggi tanaman yaitu 14,3 cm dan panjang cabang 6,7 cm,  Pada minggu ke 2 tinggi tanaman yaitu 15 cm dan panjang cabang 13,3 cm,  Pada minggu ke 3 tinggi tanaman yaitu 20 cm dan panjang cabang 21 cm,  Pada minggu ke 4 tinggi tanaman yaitu 22 cm dan panjang cabang 24 cm,  Pada minggu ke 5 tinggi tanaman yaitu 21,6 cm dan panjang cabang 25,3 cm.
            Hal ini sesuai dengan Dwidjoseputro (1990) yang menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman yang diaplikasikan dengan pupuk daun dalam hal ini Growmore akan memberi dapak pertambahan tumbuh tanaman yang nyata karena pupuk cair (Growmore) dapa diserap tanaman secara langsung, berbeda dengan pupuk padat. Selain hal diatas, pertambahan tanaman juga dipengaruhi oleh fakor eksternal lainnya, seperti air, iklim kelembaban suhu, dan lain-lain.
 IV.    PENUTUP
5.1  Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah:
  1. Budidaya tanaman buah dalam pot (tabulampot) merupakan salah satu solusi bagi para pecinta tanaman di perkotaan yang notabene memiliki lahan yang sempit untuk dapat digunakan sebagai lahan pertanaman.
  2. Pemberian pupuk daun (Growmore) bertujuan untuk mempercepat dan melihat pengaruh pupuk daun ini terhadap pertumbuhan tanaman.
  3. Pengaplikasian pupuk daun dilakukan pada tanaman buah naga memberikan pegaruh nyata terhadap peningkatan tinggi tanaman dan pertambahan panjang cabang.
5.2  Saran
            Praktikan diharapkan lebih aktif dalam melaksanakan praktikum tabulampot sehingga hasil yang diinginkan dapat tercapai. Selain itu, agar lebih praktikum ini bisa berjalan lebih baik, kordinasi asisten dengan praktikan harus bisaa lebih intensif.
 
DAFTAR PUSTAKA
BPTP Sumatera Barat, 2007, Pengaruh Waktu Pemotongan Bagian Tanaman Di atas Tongkol  (Topping) pada Tanaman. Sumatera Barat
Dahlia. 2001. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. UM Press: Malang.
Dwidjoseputro. 1990. Growmore. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Pracaya. 2002. Aplikasi growmoreBudidaya Srikaya. Penebar Swadaya : Jakarta
Rahardi, F. 2004.  Buah naga Mengurai Benang Kusut Agribisnis Buah Indonesia. Penebar Swadaya:Jakarta
Isbandi D. 1983. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman buah naga. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Marsono. 2004. Tabulampot  buah naga Solusi Berkebun di Lahan Sempit. Republika edisi Rabu 06 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar